Masuknya agama lslam ke Nusantara melahirkan kesultanan-kesultanan Islam di Jawa secara tidak langsung membawa perubahan terhadap kehidupan politik dan sosial budaya di Nusantara. Perubahan dalam bidang politik, konsep dewa raja yang bercorak Hindu-Buddha (di mana raja dianggap sebagai titisan dewa) diganti dengan konsep Islam kafilah. Sebutan raja diganti menjadi sultan. Selain Kesultanan Samudera Pasai, masit banyak lagi kesultanan-kesultanan lslam di Jawa yang bercorak lslam. Berikut akan kita pelajari.
Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa
Salah satu bukti sejarah awal mula datangnya Islam di Jawa adalah makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang meninggal tahun 475 H atau 1082 M di desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Diperkirakan Fatimah ini adalah keturunan Hibatullah (salah satu dinasti di Persia). Selain itu, di Mojokerto juga ditemukan ratusan makam Islam kuno berangka tahun 1374. Diperkirakan makam tersebut makam keluarga istana Majapahit. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam sudah lama masuk ke Pulau Jawa sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia. Berikut kesultanan-kesultanan lslam di Jawa.
Kesultanan Demak
Kesutanan-kesultanan Islam di Jawa yang pertama adalah Kesultanan Demak. Para ahli memperkirakan Kesultanan Demak berdiri sekitar tahun 1500. Kesultanan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah. Kesultanan Demak merupakan kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa, yang pada awal munculnya Kesultanan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut Islam.

Sebelumnya, Demak bernama Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Berikut faktor-faktor yang mendorong berdirinya Kesultanan Demak.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang menyebabkan para pedagang Islam mencari persinggahan dan perdagangan baru, misalnya di Demak.
- Raden Patah, pendiri Demak masih keturunan Raja Majapahit Brawijaya V.
- Raden Patah mendapat dukungan dari para wali yang sangat dihormati.
- Banyak adipati pesisir yang tidak puas dengan Majapahit dan mendukung Raden Patah.
- Mundur dan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
- Pusaka Kerajaan Majapahit sebagai lambang pemegarng kekuasaan diberikan kepada Raden Patah. Dengan demikian, Kesultanan Demak merupakan kelanjutan dari Kerajaan Majapahit dalam bentuk baru.
Sultan-sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Demak, antara lain Raden Patah (1500-1518 M), Adipati Unus (1518-1521 M), dan Sultan Trenggono (1521-1546 M). Raden Patah adalah sultan pertama Kesultanan Demak bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah. Pada masa pemerintahan Raden Patah, Kesultanan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan (terutama beras).
Kesultanan Demak tumbuh menjadi kesultanan maritim karena letaknya di jalur perdagangan antara. Malaka dan Maluku. Oleh karena itu, Kesultanan Demak disebut sebagai kerajaan agraris-maritim. Adapun barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak, antara lain beras, lilin, dan madu. Barang tersebut diekspor ke Malaka, Maluku, dan Samudera Pasai.
Wilayah keküasaan Kesultanan Demak pada masa pemerintahan Raden Patah cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Kemajuan Kesultanan Demak dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Oleh karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, para pedagang yang tidak simpatik dengan Portugis di Malaka beralih ke pelabuhan-pelabuhan Kesultanan Demak. Selanjutnya, pelabuhan-pelabuhan tersebut berkembang menjadi pelabuhan transit. Selain sebagai pusat perdagangan, Kesultanan Demak tumbuh menjadi pusat penyebaran agama lslam.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak mencapai puncak kejayaan dan agama lslam berkembang lebih luas. Sultan Trenggono dilantik menjadi sultan Demak oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Pada tahun 1522 M, Demak mengirimkan pasukan ke Jawa Barat yang dipimpin oleh Fatahillah. Tujuan pengiriman tersebut adalah menggagalkan terjadinya hubungan antara Kesultanan Pajajaran dan Portugis. Fatahillah berhasil mengusir Portugis serta menduduki Banten dan Cirebon, kemudian Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 22 Juni 1527, kemudian tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Salah satu hasil peninggalan budaya Kesultanan Demak adalah Masjid Agung Demak yang terkenal dengan salah satu tiangnya yang terbuat dari pecahan kayu (tatal). Oleh karena terbuat dari pecahan kayu, tiang tersebut diberi nama saka tatal. Pembangunan Masjid Agung dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Di pendopo masjid inilah Sunan Kalijaga meletakkan dasar-dasar perayaan sekaten yang tujuannya menyebarkan tradisi Islam. Tradisi tersebut sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakata dan Surakarta.
Kesultanan Mataram
Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa selanjutnya adalah kesultanan Mataram. Setelah Kesultanan Demak berakhir, berkembanglah Kesultanan Pajand di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, Kerultanan Pajang berkembang dengan baik dan berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut kekuasaannva. Adapun tokoh vang membantu Sultan Hadiwjaya ddalah Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). Untuk menghargai jasa-jasanya, KI Gede Pemanahan diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram. Putra Ki Ageng Pemanahan, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana.

Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dan diganti Pangeran Benowo (merupakan rultan yang lemah). Sementara itu, Sutawijaya yang menggantikan ayahnya se- makin menguatkan kekuasaannya hingga lstana Pajang jatuh ke tangannya. Selanjutnya, Sutawijaya segera memindahkan pusaka Kerultanan Pajang ke Mataram. Sutawijaya menjadi rultan pertama Kerultanan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama dengan pusat kerultanan di Kota Gede (sebelah tenggara kota Yogyakarta sekarang).
Panembahan Senopati digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang. Mas Jolang digantikan oleh putranya yang bernama Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Kerultanan Mataram mencapai zaman keemasan.
Berikut prestasi yang dicapai Sultan Agung Hanyokrokusumo.
- Memperluas daerah kekuasaannya hingga meliputi Jawa-Madura (kecuali Banten dan Batavia), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
- Mengatur dan mengawasi wilayahnya yang !uas langsung dari pemerintah pusat (Kota Gede).
- Melakukan kegiatan ekonomi yang bercorak agraris dan maritim. Kerajaan Mataram merupakan pengekspor beras terbesar pada masa itu.
- Melakukan mobilisasi militer secara besar-besaran sehingga mampu menundukkan daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa dan mampu. menyerang Belanda di Batavia sampai dua kali.
- Mengubah penghitungan tahun Jawa Hindu (Saka) dengan tahun Islam (Hijriah) yang berdasarkan peredaran bulan (sejak tahun 1633).
- Menyusun karya sastra yang cukup terkenal yaitu Sastra Gending.
- Menyusun kitab undang-undang baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam denigan adat istiadat Jawa yang disebut Surya Alam.
Di Kesultanan Mataram dikenal ada beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan sultan dan keturunannya, para bangsawan, dan rakyat sebagai kawula kesultanan. Kehidupan masyarakat bersifat feodal, sultan adalah pemilik tanah beserta seluruh isinya. Sultan dikernal sebagai panatagama (pengatur kehidupan keagamaan). Oleh karena itu, sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat hormat dan patuh serta hidup mengabdi kepada sultan.
Bidang kebudayaan di Kesultanan Mataram maju dengan pesat. Berkembang seni bangunan, ukir, lukis, dan patung. Kreasi-kreasi para seniman terlihat pada pembuatan gapura-gapura serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang terkenal yaitu tari Bedaya Ketawang. Sultan Agung memadukan unsur-unsur budaya slam dengan budaya Hindu-Jawa, contohnya di Mataram diselenggarakan perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. dengan membunyikan gamelan Kiai Nagawilaga dan Kiai Guntur Madu, juga diadakan upacara garebeg.
Upacara garebeg diadakan tiga kali dalam 1 tahun, yaitu setiap tanggal 10 Zulhijah (lduladha), 1 Syawal (dulfitri), dan 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). Adapun bentuk dan kegiatan upacara garebeg adalah mengarak gunungan dari keraton ke depan Masjid Agung. Biasanya gunungan tersebut dibuat dari berbagai makanan, kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung.
Kehidupan sosial masyarakat Kesultanan Mataram bersifat agraris. Hal tersebut dibuktikan dengan usaha untuk memperluas daerah persawahan dan pemindahan petani ke daerah Karawang yang subur pada masa pemerintahan Sultan Agung. Kesultanan Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Dr. de Han, Jan Vos, dan Pieter Franssen melaporkan bahwa Jawa bagian tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya beras. Pada abad ke-17, Jawa rnenjadi lumbung padi. Hasil pertanian yang lain, yaitu kayu, gula, kelapa, kapas, dan palawija.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Bukit Imogiri. Sultan Agung digantikan putranya yang bernama Amangkurat I. Amangkuát I adalah sultan yang lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak kejam. Pada ‘masa permerintahan Amangkurat I mengadakan kerja sama dengan Belanda. Arnanīkurat I mengizínkan Belanda membangun benteng di Mataram. Hal tersebut membuat wibawả Kesultanan Mataram jatuh dan negara-negara taklukan Kesultanan Mataram tidak segan-segan memberontak. Amangkurat I wafat di Tegalarum (1677) pada waktu mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum.
Amangkurat I digantikan oleh Amangkurat | (1677-1703). Pada masa pemerintahannya Belanda menguasai hampir sebagian besar wilayah Kesultanan Mataram. Akhirnya Amangkurat ll menyingkir ke daerah perdesaan dan membangun ibu kota Mataram yang baru di desa Wonokerto yang kemudian diberi nama Kartasura. Pengganti Amangkurat Il secara berturut-turut adalah Amangkurat Ill (1703-1708), Paku Buwono I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), dan Paku Buwono II (1726-1849).
Pada tahun 1755, dengan campur tangan VOC Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua wilayah dengan melalui Perjanjian Giyanti. Berikut isi Perjanjian Giyanti.
- Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat diperintah oleh Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
- Kasuhunan Surakarta atau Kasunanan Surakarta diperintah oleh Sri Susuhunan Paku Buwono lI.
Dengan campur tangan VOC juga pada tahun 1757 Kesultanan Mataram terpecah belah melalui Perjanjian Salatiga. Kerajaan Mataram menjadi kesultanan-kesultanan kecil, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualaman, dan Kadipaten Mangkunegaran.
Kesultanan Banten
Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa selanjutnya adalah kesultanan Banten. Kesultanan Banten berawal sekitar tahun 1526 pada waktu Kesultanan Demak penuas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa dengan menaklukkan Deberapa kawasan pelabuhan, kemudian meniadikannya sebagai pangkalan milier serta Kawasan perdagangan. Putra Sunan Gunung lati (Maulana Hasanuddin) berperan dalam Penakiükan tersebut. Setelah penaklukan tersebut. Maulana Hasanuddin.(lebih dikenal dengan Fatahillah) mendirikan bentena pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian menjadi pusat pemerintahan, yaitu Kesultanan Banten.
Berkembangnya Kesultanan Banten tidak dapat dipisahkan dari peranan sultan-sultan yang pernah memerintah di Keraiaan Banten Adapun sultan-sultan tersebut antara lain sebagai berikut.
- Hasanuddin (1552-1570 M)
Daerah Banten setelah dislamkan oleh Fatahillah, kemudian diserahkan pada putranya yang bernama Hasanuddin. Hasanuddin dianakat sebagai sultan pertama di Banten. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kesultanan Banten berkembang cukup pesat. Sultan Hasanuddin melakukan perluasan wilayah kekuasaan ke Lampung- Dengan menguasai Lanpung, Kesultanan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat Sunda sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten
. - Panembahan Yusuf (1570-1580 M)
Setelah Hasanuddin meninggal, takhta kesultanan diteruskan putranya yang bernama Panembahan Yusuf dengan gelar Syekh Maulana Yusuf. Pada pemerintahan Panembahan Yusuf berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan, bahkan Panembahan Yusuf juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan merebut Pakuan Pajajaran pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, sultan Pakuan yang bernama Prabu Sedah gugur. Kesultanan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir kesultanan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasai Panembahan Yusuf. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf meninggal akibat sakit keras yang dideritanya. - Maulana Muhammad (1580-1596 M)
Pada akhir pemerintahan Panenbahan Yusuf, hampir terjadi perang saudara antara Pangeran Jepara dan Panembahan Yusuf. Dinamakan Pangeran Jepara karena sejak kecil Pangeran Jepara sudah dikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Pangeran Jepara yang dibesarkan oleh Ratu Kalinyamat menuntut takhta Kesultanan Banten, tetapi mangkubumi Kesultanan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya.
Namun, permasalahan dapat diatasi dengan mengangkat putra mahkota Panembahan Yusuf yang baru berumur tahun bernama Maulana Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Berhubung masih muda, Maulana Muhammad didampingi oleh mangkubumi (patih) sampai siap menjadi sultan untuk memerintah.
Setelah dewasa pada tahun 1596 M, Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kesultanan Banten untuk menyerang Palembang yang tujuannya menguasai bandar- bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi. Pada waktu Maulana Muhammad menyerang Palembang, Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572-1627). Ki Gede ing Suro adalah seorang penyiar agana lslam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kesultanan lslam di Palembang.
Pada waktu itu, Kesultanan Palembang lebih setia pada Mataram dan sekaligus merupakan saingan Kesultanan Banten. Hal tersebut penyebab Maulana Muhammad menyerang Palemibang. Kesultanan Palembang dapat dikepung dan hampir dapat ditaklukkan. Namun, Sultan Maulana Muhammad terkena tembakan dan meninggal. Oleh karena itu, Sultan Maulana Muhammad dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan ke Palembang ini dihentikan dan akhirnya ditarik mundur kembali ke Banten. - Abu Mufakir (1596-164O M)
Setelah Kanjeng Ratu Banten meninggal, takhta kesultanan diserahkan kepada putranya yang baru berumur 5 bulan bernama Abu Mufakir. Berhubung baru berumur 5 bulan pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1624 M, Pangeran Ranamenggala meninggal dan Kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran karena semakin kuatnya blokade VOC yang sudah menguasai Batavia. - Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692 M)
Setelah Abu Mufakir meninggal, digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abu Maali Ahmad Rahmatullah. Mengenai pemerintahan Sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu Maali wafat, digantikan oleh putranya bernama Sultan Abdul Fattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa.
Di bawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten mencapai masa kejayaan. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya mėmperluas wilayahnya dan mengusir Belanda dari Batavia, bahkan Sultan Ageng Tirtayasa juga berhasil memajukan perdagangan sehingga Banten berkembang menjadi bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Prancis, dan Denmark.
Pada tahun 1671 M, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi sultan pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa beristirahat di Tirtayasa, tetapi tetap mengendalikan pemerintahan Banten. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekah, kemudian dilanjutkan mengunjungi Turki dan kembali lagi ke Banten pada tahun 1676 M. Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Pada waktu Sultan Haji memerintah Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda, tetapi hubungan tersebut dijadikan kesempatan oleh Belanda untuk memasuki Banten. Melihat terjalinnya hubungan antara Sultan Haji dan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa tidak senang dan menarik kembali takhta kesultanan dari tangan Sultan Haji. Namun, Sultan Haji tetap mempertahankan takhta dan terjadilah perang saudara antara Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa.
Pertempuran tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji karena mendapatkan bantuan dari Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia sampai wafat tahun 1692 M. Dengan kemenangan Sultan Haji tersebut merupakan awal kehancuran Kesultanan Banten. Selanjutnya, Kesultanan Banten di bawah pengawasan dan diatur oleh Belanda, sedangkan Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka).
Dalam kehidupan perekonomiannya, Kesultanan Barnten bertumpu pada bidang
1. Kedudukan Kesultanan Banten sangat strategis di tepi Selat Sunda.
2. Banten memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi pedagang asing.
3. Kesultanan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memenuhi syarat sebagai pelabuhan dagang yang baik.
4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang Islam mencari daerah baru di Jawa Barat, yaitu Banten dan Cirebon.
Dalam bidang seni bangunan, Kesultanan Banten meninggalkan bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun sekitar abad ke-16. Menara Masjid Agung Banten yang mirip mercusuar dibangun oleh Hendrik Lucozoon Cardeel (orang Belanda pelarian dari Batavia yang masuk lslam). Masjid Agung Banten beratap tumpang/susun lima. Selain Masjid Agung Banten, juga terdapat gapura di Kaibon, Banten, dan istana model Eropa yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel (orang Belanda.pelarian dari Batavia yang telah menganut Islam).
Kesultanan Cirebon
Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa selanjutnya adalah kesultanan Cirebon. Letak Kesultanan Cirebon berada di pantai utara Jawa Barat dan berbatasan dengan Jawa Tengah. Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarif Hidayatullah sekitar abad ke-15. Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati (salah satu dari Wali Sanga).

Menurut berita Tome Pires, Cirebon sekitar tahun 1513 diberitakan sudah termasuk ke daerah Jawa di bawah kekuasaan Kesultanan Demak. Menurut Tome Pires juga, Islam sudah hadir di kota Cirebon 40 tahun sebelum kehadiran Tome Pires.
Berikut beberapa sultan Cirebon yang mewarnai kehidupan politik di Cirebon.
- Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati atau Pandita Ratu (1479-1568)
Pada masa pemerintahan Syarif Hidayatullah selain mendirikan Kesultanan Cirebon juga telah berhasil menyebarkan lslam ke Kuningan, Talaga, dan Galuh antara tahun 1518-1530. Pada tahun 1527, Syarif Hidayatullah mendorong menantunya (sekaligus panglima Kesultanan Demak) untuk menyerang Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Kesultanan Sunda yang mengadakan hubungan dengan Portugis. - Panembahan Ratu 1 (1570-1649)
Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu I hubungan dengan Kesultanan Mataram terjalin dengan harmonis melalui pernikahan di antara kedua keluarga kesultanan. - Panembahan Ratu lIl atau Panembahan Girilaya (1649-1677)
Panembahan Ratu Il pernah dipanggil ke Mataram dan selama 12 tahun tidak pernah kembali ke Cirebon hingga akhir hayatnya. Panembahan Ratu Il.dimakamkan di Bukit Girilaya sebelah Imogiri, Yogyakarta.
Menjelang akhir abad ke-17 keberadaan Kesultanan Cirebon diwarnai dengan perjanjian-perjanjian dengan VOC, seperti pejanjian pada tanggal 7 Januari 1681. Dengan perjanjan tersebut, Kesultanan Cirebon mulai dicampuri politik kolonial VOC. Selain itu. di bidang ekonomi perdagangan VOC mendapatkan hak monopoli, seperti pakaian dan opium. Begitu juga dengan ekspor komoditas lada, beras, kayu, dan gula berada di tangan VOC.
Sejak tahun 1697, kekuasaan Keraton Kasepuhan dan Kanoman terbagi menjadi Kacirebonan dan Keprabonan. Menurut Sharon Sidiqque, sejak tahun 1681-1940 Kesultanan Cirebon mengalami kemerosotan karena kolonialisme.
Baca referensi lain dari kumparan, di sini
Baca kategori-kategori sejarah lainnya, juga membahas mengenai akulturasi kebudayaan, di sini!
8 Sejarah Kesultanan-Kesultanan Islam di Sumatra, Lengkap Mudah Dipahami!
2 Sejarah Kesultanan-Kesultanan Islam di Kalimantan, Lengkap Mudah Dipahami!
- 2 Sejarah Kesultanan-Kesultanan Islam di Kalimantan, Lengkap Mudah Dipahami!
- 4 Sejarah Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa, Lengkap Mudah Dipahami!
- 8 Sejarah Kesultanan-Kesultanan Islam di Sumatra, Lengkap Mudah Dipahami!
- 3 Bukti Sejarah Perdagangan Islam di Indonesia dan Perkembangannya
- 6 Pendapat Proses Masuknya Islam ke Indonesia Menurut para Ahli disertai dengan Bukti-Buktinya.